Advertisement

Responsive Advertisement

Ruang Terbuka Hijau di Media Sosial

Keberadaan media sosial pada zaman sekarang sudah harus disikapi dengan positif oleh siapapun. Media sosial harus bisa kita manfaatkan untuk hal-hal yang menunjang peningkatan kualitas hidup kita saat ini. Daripada hanya memanfaatkan keberadaan media sosial untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, ada baiknya kita mulai mencoba saling berbagi hal positif melalui media sosial. 
RTH/lbh.jogjaprov.go.id

Agak disayangkan, media sosial hari ini justru seakan dijadikan sebagai" gelanggang perang" oleh banyak pihak, pribadi maupun yang mewakili golongan dan kelompok tertentu. Ini tentu saja merugikan bukan hanya bagi mereka yang "berperang" saja tetapi juga bagi masyarakat secara umum pengguna media sosial. Masyarakat kita, seakan terus disuguhkan pada persoalan-persoalan yang diunggah ke media sosial, yang barangkali sejatinya persoalan tersebut tak perlu untuk disebarluaskan.

Kita bisa menyaksikan dengan mudah orang-orang saling hujat, saling menghina dan merendahkan, pamer kekayaan (intelektual maupun material) demi mengejar suatu hal yang disebut popularitas. Atau kalau tidak, pertengkaran di media sosial adalah ekspresi orang-orang yang merasa bahwa diri atau golongannya adalah yang terbaik, paling benar di antara yang lain. Ini, semestinya kita sadari sebagai suatu perkara yang harus segera kita hentikan.

Kita harus menyudahi aktivitas tak menguntungkan ini. Sudah waktunya bagi kita, sebagai penduduk bangsa yang sudah merdeka 72 tahun, untuk mulai menggalang pemikiran positif demi membangun bangsa, serta berusaha untuk bersatu dalam sebuah rasa cinta: cinta tanah air, cinta Indonesia. Media sosial harus kita pergunakan untuk saling berbagi hal-hal yang dapat dimanfaatkan oleh banyak orang dalam bingkai cinta tanah air.

Untuk mencapainya, saya mengira ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan yaitu di antaranya, dengan melakukan penguatan mental dalam diri pribadi yang kemudian kita ejawantahkan dalam urusan berkeluarga. Kita jaga keutuhan keluarga kita dengan pemanfaatan media sosial. Media sosial, kita pergunakan sebagai ajang saling dukung terhadap harmonisasi keluarga. Dari sini, dari pembelajaran menjaga keutuhan keluarga, kita berharap mampu menerapkan dalam hidup berkeluarga kita sebagai keluarga yang penuh kasih sayang (rahmah), keutuhan cinta (mawaddah), dan langgeng (sakinah).

Media sosial
Memanfaatkan Media Sosial untuk Keutuhan Keluarga
 
Dalam berbagai kasus, kita seringkali melihat ekspresi depresi remaja yang jika ditelusuri, dilatarbelakangi oleh hancurnya rumah tangga keluarganya. Banyak remaja dan pemuda-pemudi bangsa yang akhirnya menghancurkan masa depannya sendiri lantaran tak memiliki keluarga yang sakinah. Artinya, ada korelasi yang nyata bahwa pecahnya sebuah keluarga (biasanya antara suami/ayah dengan istri/ibu), dengan hancurnya masa depan dan kacaunya pola pikir anak-anaknya.

Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), disebutkan bahwa tak sedikit pelanggaran dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Dari catatan KPAI tersebut juga dikatakan bahwa ibu bahkan menjadi yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap anak. Sebanyak 702 kasus yang dilaporkan pada KPAI, 55 persen di antaranya melibatkan ibu sebagai pelaku kekerasan terhadap anak. Demikian kata Asrorun Niam Soleh, ketua KPAI, seperti yang diwartakan tirtoID.

Keluarga yang mengalami perpecahan (broken home), memiliki pengaruh atas perilaku anak-anak. Orang tua yang bercerai, akan memberikan dampak negatif terhadap anak-anaknya. Hal ini tentu harus kita lihat sebagai permasalahan serius karena dalam diri anak-anak kitalah kita menaruh harapan besar, harapan agar anak-anak kita mampu menjadi pemangku bangsa kita, penerus perjuangan kita. Jika kita justru memecahkan harapan tersebut, sama saja kita menghancurkan masa depan kita.

Saya pelan-pelan pernah melakukan riset kecil-kecilan yang bermula dari kekagetan saya membaca status facebook teman virtual saya yang kebetulan seorang perempuan, seorang ibu muda. Dalam statusnya, ia menyebut sering "diganggu" oleh beberapa lelaki. Gangguan tersebut berupa, mulai dari mengirim pesan basa-basi mengajak berkenalan, memuji kecantikan, dan yang saya kaget, ada pula yang nekat mengirimi gambar porno. Lebih kaget lagi, ada juga yang mengajaknya untuk berselingkuh.

Dalam riset kecil-kecilan saya tersebut, saya kemudian mengamati dan bertanya, mengapa ada lelaki semacam itu? Apa dasarnya ia melakukan tindakan dengan mengirim pesan hal berbau negatif tersebut? Serta, apa yang membuat perempuan "dihina" sedemikian oleh para lelaki semacam itu?

Sejauh ini, saya berpandangan ada dua alasan yang menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pertama, perempuan yang sering membagikan foto-foto dirinya dengan gaya "seksi", menjadi alasan mengapa para lelaki yang berada dalam lingkaran pertemanan di media sosialnya "tertarik untuk mengganggu". Kedua, ada cacat pikir kaum lelaki yang terhadap perempuan, ia hanya memandangnya secara seksual, memandang dengan otak penuh syahwat.

Dalam kasus tadi, setelah saya amati lagi, rupanya perempuan penulis status ini memang sering mengunggah foto-foto dirinya dengan pakaian seksi. Saya tak setuju begitu saja kalau ini dijadikan alasan para lelaki untuk bebas mengajaknya berselingkuh. Ini tentu sebuah pola pikir kacau. Seharusnya, di samping kita berusaha mengajarkan perempuan untuk berpakaian tertutup, kita juga mengampanyekan kepada kaum lelaki untuk menutup pikirannya dari hal-hal negatif urusan syahwat. Seharusnya, selain kita ajarkan kepada anak-anak perempuan kita untuk berpakaian tertutup (dalam islam sering disebut "syar'i), kita juga harus mengajarkan kepada anak-anak lelaki kita untuk tidak memiliki pikiran negatif yang menjurus pada persoalan seksual semata.

Lalu, apakah bermedia sosial model demikian ada pengaruhnya terhadap keutuhan keluarga? Tentu saja ada. Jika perempuan yang "diganggu" tadi kemudian suaminya tahu, apakah sang suami akan diam saja, tenang dan merasa bahagia? Ataukah merasa terganggu atau bahkan marah? Saya kira jika sang suami ini memiliki spirit membangun keluarga yang rahmah, mawaddah dan sakinah, tentu ia akan terganggu atau setidaknya tak mungkin merasa bahagia.

Di sinilah saya mengira media sosial bisa dimanfaatkan untuk menjaga keutuhan keluarga, yang harapannya kemudian, dengan keluarga yang utuh, kita dapat saling bahu-membahu membangun bangsa yang bermartabat.

Media sosial harus kita manfaatkan untuk menciptakan keluarga yang harmonis, yang jauh dari hingar bingar kekejian hubungan tak sehat yang salah satunya bisa terjadi melalui media sosial. Media sosial harus menciptakan ruang terbuka hijau virtual dalam beranda facebook kita, ruang keluarga dalam timeline twitter kita, dan seterusnya.

Lalu, bagaimanakah caranya agar kita mampu bermedia sosial dengan sehat agar nyaman bagi keluarga kita? Berikut langkah-langkah yang bisa kita ambil:

1. Jangan berteman dengan orang-orang yang tidak kita kenali benar-benar. Ini bukan berarti kita harus menutup diri dari perkenalan dengan orang-orang baru. Tapi setidaknya, sebelum kita klik tombol "tambahkan teman" atau "follow", ada baiknya kita teliti dahulu bagaimana perilaku orang tersebut di media sosial. Adakah kemanfaatan yang dapat kita ambil darinya ataukah tidak.

2. Sortir daftar teman. Ini juga penting. Meskipun ada orang yang di dunia nyata kita kenali baik-baik, tetapi jika di media sosial ia justru sering membagikan konten negatif, ada baiknya kita hentikan pertemanan di media sosial. Persoalan mengenai hubungan di dunia nyata, itu bisa diatur dengan tetap berusaha berlaku baik.

3. Ajak teman-teman, di media sosial terutama, untuk berkampanye tentang keluarga sehat, keluarga harmonis. Bagaimana bentuknya? Yaitu bisa dengan saling membagikan doa pada teman-teman media sosial kita. Atau saling berbagi konten positif agar teman-teman kita ikut melihat atau membacanya.

Mari, bersama-sama kita ciptakan ruang yang sehat di media sosial demi menjaga keutuhan keluarga kita.

*tulisan pertama kali diunggah di kompasiana.

Post a Comment

1 Comments