Advertisement

Responsive Advertisement

Nama-nama Orang Zaman Dahulu dan Ahok



Jika kalian adalah orang Jawa, barangkali nama-nama orang tua, kakek-nenek, buyut, dan seterusnya memiliki nama-nama semacam Dasimo, Saritem, Tarmi’ah, Carmad, Raminten, Kaliri, Warda’i, Siti dan sebagainya. Nama-nama semacam itu sekian lama menjadi nama yang umum bagi masyarakat Jawa. Namun, orang-orang yang memiliki nama tersebut kian hari kian sedikit jumlahnya.

Setelah nama-nama seperti Dasimo dan lain-lain itu mulai ditinggalkan setidaknya meramai ditinggalkan sejak tahun 70-an. Sebagai gantinya, nama-nama yang berbau Arab mulai dipakai. Misalnya, Wafa, Khalid, Ramadhan, Lukman, Saiful, Talib dan sebagainya. Kebanyakan orang yang lahir antara tahun 70-an hingga pergantian abad memakai nama-nama berbau Arab ini.

Pada tahun-tahun itu nama-nama seperti Saritem, Kasmonah, Tarju’i mulai dianggap nama kuno. Nama orang zaman dahulu dan sudah tak layak dipakai untuk nama-nama orang terkini. Bahkan jika masih ada anak-anak yang baru lahir yang memiliki nama-nama “kuno” itu, maka bukan tak mungkin anak-anak ini akan diperolok oleh kawan-kawan seusianya hanya karena nama mereka. Seolah-olah nama-nama Ahmad Zainuri, Ainun Na’im dsb memiliki kasta yang lebih tinggi dibanding nama semacam Tarwiji, Danuri, Maryati dsb.

Pada masa-masa “pergantian” itu, tak jarang kita temukan nama kompilasi dari tren nama kuno dengan nama kearab-araban. Misalkan yang laki-laki dinamai Muhammad Sugiarto, Sarjoko Zainul Arif, Ahmad Maulana Handoyo. Sedangkan yang perempuan kebanyakan memakai Siti di awal namanya; Siti Ma’rufah, Siti Aisyah, Siti Halimah dan lain-lain.

Sebuah pergantian tren nama ini ternyata kemudian berlanjut. Kini pasca-milenium baru, nama-nama berbau Arab itu juga nampaknya akan segera “digeser posisinya” oleh nama-nama lain yang dianggap awam lebih kekinian. Anak-anak yang dilahirkan pada tahun-tahun belakangan ini banyak yang diberi nama Keysha, Kevin, Alvino, Jimmy, Nadine, Nayla, Ryan dsb.

Pada masa-masa seperti ini, juga sering kita temui kompilasi nama-nama seperti yang saya sebutkan di atas. Maka tak jarang pada hari-hari ini kita akan menemukan nama-nama seperti Jimmy Maula, Keysha Aminatussa’diah, Muhammad Kevin Hidayat dan seterusnya.

Jika diruntut, sebenarnya nama-nama orang itu, dari nama-nama kuno hingga nama-nama kekinian, memiliki arti yang tak jauh berbeda. Hampir seluruh nama-nama itu mengandung makna yang baik. Tentu saja hal ini diharapkan agar penyandang nama-nama itu juga memiliki nasib yang baik.

Nama Sugiarto misalnya, ini diartikan sebagai Sugih Artha atau Kaya Harta. Dengan nama ini orang berharap pemilik nama Sugiarto dianugerahi harta yang banyak. Kemudian nama Kevin misalnya, ini jika diambil dari kata Arab berbunyi Kafin maka akan memiliki arti “cukup” yang dimaksudkan agar pemilik nama Kevin tidak menjadi orang yang serakah dan lebih cenderung merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh Tuhan.

source : flickr.com
Beberapa nama juga tak jarang dipakai berdasar hari atau bulan kelahirannya. Ali Sya’bana misalnya, ini berarti pemiliki nama lahir pada bulan Sya’ban (Jawa; Ruwah). Alif Hariri, berarti anak tersebut adalah anak pertama. Ini diambil dari Alif yang berasal dari huruf pertama abjad Arab. Kayla Agustine, lahir pada bulan Agustus. Saya memiliki seorang tetangga yang memiliki anak kembar yang kebetulan lahir pada bulan puasa. Kedua anak kembar itu dinamai Romadhona (Donna, perempuan) dan Romadhoni (Donny, laki-laki).

Memberi nama pada anak kabarnya membawa perasaan menyenangkan dan membanggakan. Kadang saking bangganya orang tua memberi nama untuk anaknya, orang tua itu akan ge-er kala mengenalkan nama anaknya pada sahabat atau sanak-saudaranya. Silakan kalian bandingkan dua percakapan singkat ini;
          1.    “Aduh cantiknyaaaaa…. Namanya siapa ini, cantik?” Tanya seorang sahabat.
“Daronah.” Jawaban kita sebagai orang tua.
          2.    “Wah anaknya cantik banget. Siapa namanya, anak secantik ini?” Pertanyaan orang.
“Keysa Hamira Hanna.” Jawaban kita.
Diakui atau tidak, tentu percakapan nomor 2 akan lebih nampak bergengsi bagi kita. Pada zaman sekarang, menamai anak kita dengan nama “Daronah”. Hellooooooo.. Ini sudah 2016 loh. Begitulah kira-kira, ya? Hehehe

Meski sebetulnya sah-sah saja kalau ada orang zaman sekarang yang membanggakan nama anaknya yang dinamai dengan nama kuno. Kan tentu saja anggapan kuno tak selalu berkonotasi negatif. Nama-nama kuno pun seharusnya dapat dibanggakan pada era seperti sekarang ini. Bahkan semestinya kita malah lebih bangga jika ada orang tua yang memberi nama anaknya dengan nama kuno. Itu berarti anak tersebut anti-mainstream, meski di kemudian hari akan sama-sama menjadi alay bersama teman-temannya yang memiliki nama lebih kekinian.

Dengan demikian, bagaimana kalau kita tidak lagi mementingkan siapa nama seseorang, siapa nama anak tetangga kita, siapa pun pemilik nama itu. Karena ada yang lebih penting dari ini, yaitu mencari pengetahuan seluas-luasnya agar kita tak mudah terseret arus. Arus yang tak selalu membawa pada kedamaian, pada keindahan.

Beberapa hari lalu, mendengar nama “Ahok” bagi banyak orang serasa mendengar nama “Manusia yang hendak menghancurkan agama (Islam)” sehingga siapa pun kita yang merasa muslim, ketika mendengar nama itu maka kita harus membencinya, lebih-lebih menganggapnya musuh. Tapi mau bagaimana, biarkan sajalah, ya.

Kembali ke nama-nama yang saya bahas, terakhir akan saya sampaikan sedikit alasan orang-orang Jawa pendahulu kita menamai dengan awalan Wa (misal Wasduri, Wartiah dsb), Ka (misal Kasmonah, Kartolo dsb), Ra (misal Rayuni, Rakuti, Rasman dsb), Ca (misal Carmiah, Casmidi dsb), Ta (misal Tarjono, Tarwiti, Tanuri dsb), Sa (misal Samari, Sarjoko, Sadeli dsb), Da (misal Dalari, Dasipah, Darnoto, Dawa, dsb).

Dari penuturan ibu saya, ternyata awalan nama-nama itu dipakai berdasar hari lahir penyandang nama tersebut.
Wa; Sabtu
Ka; Minggu/Ahad
Ra; Senin
Ca; Selasa
Ta; Rabu
Sa; Kamis
Da; Jumat

Demikian. Semoga bermanfaat.

Terimakasih dan,
Ayo dolan ke rumah Tarwiti. ^^

Post a Comment

0 Comments