wikimedia.org |
Menjaga tata bahasa
yang benar adalah sebuah keharusan bagi semua pihak, semua warga negara
Indonesia, terutama yang berada dalam lingkaran media-media. Ejaan Yang
Disempurnakan atau disingkat EYD dalam tata berbahasa Indonesia harus diperhatikan secara serius demi pelestarian bahasa Indonesia.
Beberapa hari ke
belakang, saya agak keranjingan mengkritik teman-teman saya yang sering menulis
dengan bahasa penulisan semrawut. Barangkali kalian pun sering menemukan teman
kalian menulis di dinding akun facebook-nya dengan penulisan yang layak
dianggap salah jika mengacu pada EYD.
Namun, pernahkah
kalian menegur kesalahan itu? Jika pernah, bagaimana mereka yang kalian tegur
itu memberikan respon?
Terakhir kali saya
menegur seseorang yang sebetulnya tak saya kenali baik di dunia nyata maupun
maya. Ia, sebut saja Zamrud, menuliskan sebuah pertanyaan yang di-posting ke
sebuah grup facebook di mana saya termasuk salah satu member alias anggota grup
ini.
Zamrud kala itu
bertanya, meminta pendapat anggota grup untuk menilai tiga orang tokoh agama,
sekaligus dalam unggahannya yang disertai foto wajah ketiga tokoh itu, ia
sendiri memulai penilaiannya atas tiga tokoh tersebut.
Sewaktu membaca
kiriman Zamrud di grup tersebut saya mengernyitkan dahi. Ini bukan lantaran
penilaian Zamrud atas tiga tokoh agama itu sangat berbau kalimat-kalimat
negatif serta menuai kontroversi, yang seharusnya postingan semacam itu
dihindari, melainkan betapa Zamrud saat itu menulis dengan banyak sekali
kata-kata yang sulit dipahami sebab selain disingkat-singkat juga banyak
peletakan awalan serta akhiran kata yang tidak sesuai kaidah tata bahasa kita.
Sebagai orang yang
tengah keranjingan mengkritik tata bahasa penulisan, saat itu saya pun
mempertanyakan setiap detail kata per kata yang ditulis oleh Zamrud. Dalam
pertanyaan itu, saya ajukan padanya agar ia mengoreksi terlebih dahulu
penulisan tiap kata-katanya yang menurut saya banyak sekali terdapat kesalahan.
Seakan tak terima,
saya malah dianggap "orang yang terlalu serius" karena menegur
demikian. Zamrud, saya kira dibantu oleh akun anon miliknya yang lain,
menganggap saya tak perlu mengkritik tata bahasa yang dipakai karena yang ingin
ia ketahui adalah penilaian orang lain atas tiga tokoh tadi. Tentang bagaimana
bahasa tulisan yang ia pakai, ia anggap tak penting. Kecuali, katanya, jika
kita mau melamar kerja.
Tak mau kalah, saya
pun membalas dengan lebih keras agar ia segera membenahi penulisannya yang
sangat kacau itu. Bahkan saking kacaunya, bahasa "alay" ala remaja-remaja
gen-Z pun kalah kacau. Saya kembali menyuruhnya agar ia mengedit terlebih
dahulu kesalahan-kesalahan berbahasanya baru kemudian saya komentari perihal tiga
tokoh yang ia pertanyakan.
Jika semuanya saya
ceritakan lebih detail, barangkali akan menjadi tulisan yang teramat panjang di
sini. Pada intinya, Zamrud ngotot bahwa penulisan kata yang sesuai Ejaan YangDisempurnakan (EYD) adalah tidak penting. Sama sekali tak penting selama
penulisan itu bukan di forum formal atau resmi.
Sejatinya saya agak sepakat
dengan anggapan semacam ini. Namun meski begitu, EYD harus dijaga di mana pun,
kapan pun, dan dalam kondisi bagaimana pun.
Saya yakin bahwa
ketika saya menuliskan kalimat pendek "di tempat, kan?" dengan
kalimat yang sama namun beda sedikit "ditempatkan?" maka saya telah
menuliskan dua kalimat singkat yang tentu maknanya berbeda meski keduanya
terdiri dari tiga kata yang sama persis.
Penggunaan bahasa yang
benar, bagi saya sangatlah penting. Sangat penting karena tentu dari penggunaan
bahasa yang benar, kita dapat belajar bagaimana sebuah "..berbahasa satu,
bahasa Indonesia." dapat secara nyata kita aplikasikan. Bahasa Indonesia
memiliki peraturan dalam penggunaannya dalam bentuk tulisan. Di sini, jika
bukan kita yang menjaga dan melestarikannya, mau siapa lagi?
Kata
"mar-ah" (perempuan), dalam bahasa arab sama persis hurufnya dengan
kata "mir-ah".yang berarti kaca cermin. Kedua kata ini jika tidak
diberi harakat (tanda baca dalam tulisan bahasa arab), akan sulit bagi awam
untuk dapat membacanya apakah "mar-ah" atau "mir-ah".
Dalam bahasa arab, ada
namanya ilmu Nahwu-Shorof yang mempelajari gramatikal kalimat bahasa tersebut. Sangat sulit, atau malah mustahil bagi orang 'ajam (non-arab) untuk dapat memahami bahasa arab dengan sepenuhnya benar tanpa
mempelajari ilmu Nahwu-Shorof.
Apakah orang arab
memakai ilmu itu dalam bahasa kehidupan mereka sehari-hari? Ya saya tak tahu.
Yang saya tahu, kakak perempuan saya yang dulu pernah bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di
Saudi Arabia, pernah bercerita bahwa pengalamannya bersekolah di madrasah di
mana kakak saya belajar Nahwu-Shorof, sangat berguna di sana.
"Majikan saya
dulu sering memuji saya hanya lantaran saya mampu menyebut 'kitabain' untuk menunjuk
dua buah buku. Berbeda dengan teman sekerjanya asal Filipina yang ketika
menyebut hal tersebut dengan 'itsnain kitab'. Teman saya itu sering diketawakan
oleh majikan kami." Demikian kenang kakak saya mengenai pengalamannya
menerapkan ilmu tata bahasa arab di negeri arab. Meski pun majikan itu memahami maksud teman kakak saya, tapi pelafalan yang dipakai kakak saya itu adalah yang paling absah.
Dengan demikian, maka
bagi saya mengaplikasikan pelafalan yang benar sesuai EYD adalah sebuah
keharusan yang wajib dilakukan oleh kita semua sebagai warga Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Karena dengan memerhatikan letak benar-salah kita dalam
berbahasa, kita berarti sedang menumbuhkan cinta yang mendalam terhadap bangsa
kita.
4 Comments
Jaman sekarang banyak bahasa alay
ReplyDeleteIya bener, gan.
ReplyDeleteTapi kita harus mulai menguranginya pelan-pelan.
pendidikan sejak dini juga perlu ya,
ReplyDeleteLibrary terlengkap
Iya, gan perlu juga tuh. Biar sejak kecil anak-anak sudah mulai dibiasakan menggunakan tata bahasa yang benar.
ReplyDeleteBtw, tengs sudah mampir, gan.