![]() |
wikipedia.org |
Ketika kita
sudah melewati masa remaja, artinya kita mulai memasuki usia dewasa. Secara
umum, kedewasaan seseorang bisa dilihat dari segi usia. Yaitu di atas usia 20
tahun. Maka jika kita
kemarin hari berulang tahun ke 21, tentu sejak saat itulah kita boleh menganggap diri kita telah dewasa.
kemarin hari berulang tahun ke 21, tentu sejak saat itulah kita boleh menganggap diri kita telah dewasa.
Ada memang
dalam ilmu pengetahuan, dalam hal ini psikologi, yang membedakan antara dewasa
secara usia, dewasa secara nalar, dan seterusnya. Namun secara garis besar,
kedewasaan seseorang bisa dimaknai sebagai telah matangnya nalar kita sebagai
manusia seiring kian bertambahnya usia kita.
Semakin lama
kita melewati masa dewasa, semakin jauh kita meninggalkan masa remaja, dan
lebih jauh lagi masa kanak-kanak. Sehingga pada masa-masa kita telah dewasa,
ingatan kita tentang masa lampau kala kita masih kanak-kanak atau masih remaja,
menjadi begitu nikmat nan indah untuk dikenang.
Selalu ada
saja yang menjadi kesan di setiap jenjang usia. Jika sewaktu kecil dulu kita
seringkali bermain petak umpet dan sejenisnya, di usia kita yang telah dewasa,
kita hanya mampu mengenangnya. Rasanya tak mungkin kita yang
"terlanjur" dewasa, memainkan lagi permainan itu. Meski dalam
bayangan akan seru jika kita memainkannya di usia dewasa seperti saat ini,
tentu kita akan geli terlebih dahulu sebelum benar-benar mencoba memainkannya.
Itu
membayangkan petak umpet, yang minim kontak fisik antarpemainnya. Lalu apa
jadinya jika kita yang telah dewasa bermain yang ada kontak fisiknya? Permainan
di mana kita harus menggunakan tangan untuk menyentuh pemain lain dalam
bermain? Rasanya agak aneh saja dalam bayangan. Karena tentu saja saat masih
kecil, bermain selalu bercampur antara anak laki-laki dengan perempuan. Ketika
terjadi kontak fisik, belum ada yang "nyetrum".
Anak laki-laki
menyentuh, sengaja atau tidak, bagian dada anak perempuan? Rasanya sama saja
dengan bersentuhan sesama anak laki-laki. Bayangkan kita sudah dewasa, kita
yang laki-laki misalnya, menyentuh dada perempuan sepermainan kita? Paha?
Pinggang? Pantat? Perut?
Rasanya akan
sangat sulit kita menganggap "ini kan cuma permainan" dalam kondisi
itu. Eh tapi, kalau ada kesepakatan terlebih dahulu antara para pemain
(laki-perempuan), boleh juga sih dicoba. Meski dapat dibayangkan bahwa yang
menjadi "kucing", para lelaki sangat mungkin akan lebih "rela" dan ikhlas disertai
semangat tinggi. Hihihihi.
Berbicara
perjalanan masa ke masa, saya, malam ketika menuliskan ini sedang teringat
waktu masih SMP (saya sih dulu di MTs, di mana di sekolah tak saya kenal
sekelas dengan siswi. Hiks...). Ingatan saya ini menuju pada suatu program
acara di salah satu stasiun radio di kota saya, Pekalongan. Program yang nyaris
selalu saya ikuti; BSS (Bicara Soal Seks).
Iya, pada
usia-usia segitu, saya dan teman-teman sekolah, begitu menggemari program
edukatif semacam itu. Rasanya banyak sekali pengetahuan mengenai seks yang kami
dapatkan dari acara itu. Maklumlah, membaca artikel masih belum kami kenal.
Apalagi artikel mengenai seksualitas di internet, jauh. Internet itu apa saja
kami bahkan, seingat saya, belum tahu banyak selain sekadar kenal istilah
katanya saja.
Selain
misalnya membaca artikel bermuatan pengetahuan seks dari majalah dsb, atau di
internet, yang tak terjangkau oleh saya beserta kawanan saya, maka satu-satunya
edukasi tentang seks, rasanya hanya mampu kita peroleh dari radio. Televisi
seingat saya tak ada yang memiliki program edukatif seperti itu. Toh kalau pun
ada, kami yang pada masa itu masuk golongan "satu teve untuk satu RT"
itu, rasanya risi dan tabu jika menonton teve bersama-sama tua-muda, ada hal
yang berbau seks.
Kecuali, tentu
saja diam-diam dan dengan penuh perjuangan agar bisa menikmati acara-acara teve
yang mengandung unsur seksualitas meski, dalam pengertian saya kemudian, di
situ minim edukasi.
Ada memang
acara-acara teve yang bagi remaja, karena mempertontonkan hal-hal yang berbau
seksual (atau sensual?), yang secara diam-diam kami konsumsi. Dulu ketika
Lativi (setahu saya channel ini kemudian bertransformasi menjadi tvOne), masih
sebagai channel baru di UHF kami, ada sinema atau apa gitu, yang judulnya
"Baywatch Hawaii". Saya sering menonton acara itu meski setelah saya
ingat-ingat sekeras apapun, tak saya ingat sedikitpun alur cerita acara itu.
Yang saya ingat, di sana banyak mempertontonkan perempuan-perempuan dengan
memakai bikini.
Rasanya
menonton acara seperti Baywatch Hawaii itu adalah sebuah perbuatan yang
benar-benar dosa bagi remaja seusia saya. Sehingga untuk bisa menonton, saya
harus rela menunggu tetua-tetua saya tidur dulu untuk dapat menontonnya
sendirian. Tentu saja tak cukup dengan menanti mereka tidur. Saya pun juga
harus sigap jika tiba-tiba anggota keluarga terbangun, saya harus segera
mematikan teve dan langsung pura-pura tidur.
Hmmm...
Begitulah saya sebagai anak desa.
Kembali ke
BSS, saya masih ingat program itu disiarkan seminggu sekali (seingat saya di
awal-awal dulu tiap malam Minggu, lalu pindah hari jadi malam Selasa). Hanya
setengah jam, Dokter Hamim,--kalau tidak salah--menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang dikirim oleh pendengar melalui "atensi"; semacam kupon untuk
mengirimkan salam selain melalui telpon. Atensi ini saya kira sekarang sudah
digantikan dengan format Short Message Service alias SMS.
Saya selalu
khusyuk mendengarkan penjelasan-penjelasan dari Dokter Hamim itu mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan seks. Mulai dari bahaya onani atau masturbasi,
hingga frekuensi atau kuantitas yang sehat dalam hubungan seks bagi pasangan
suami-istri per minggu. Rasa-rasanya, saya ulangi sekali lagi bahwa,
pengetahuan saya soal seks banyak saya peroleh darinya.
Adalah Radio
BSP yang menyiarkan acara itu. Radio BSP sendiri, dulu memang menjadi radio
favorit para muda-mudi. Apalagi radio ini memiliki cafe di mana kita bisa
mendatanginya untuk sekedar minum-minum kopi santai bersama teman-teman.
Program acara yang disajikan pun cukup menyenangkan dengan menghadirkan
musik-musik mulai dari pop, rock, hingga jazz.
Saya lupa
tepatnya, sekitar setahun-dua tahun lalu, radio BSP telah tutup dan berhenti
on-air. Hal ini bahkan disampaikan langsung oleh pihaknya melalui akun twitter
mereka yang mana ditanggapi oleh followersnya dengan,--kebanyakan--rasa kecewa.
Saya sendiri sewaktu membaca twit tersebut merasa begitu kecewa dan sedih.
Terlebih, pihak mereka tak memberitahu kami, pendengar setianya, alasan yang
memuaskan kenapa mereka berhenti on-air.
Bagaimana
dengan BSS? Ohya, Bicara Soal Seks yang menjadi program favorit saya sewaktu
remaja, tentu sudah sekian lama tak saya ketahui kabarnya. Apalagi sejak lulus
MTs, saya "hijrah" ke Bumi Mina Tani untuk
melanjutkan sekolah di sana. Dari Bumi Mina Tani itulah
kemudian saya mengenal artikel-artikel di majalah, koran dsb. Hingga kemudian
saya pun mengenal internet. Iya, internet yang ternyata lebih luas
penjelasannya dari apa yang dijelaskan Dokter Hamim dalam acara BSSnya Radio
BSP. Sejak itulah, di samping jauh dari kota kelahiran yang mengakibatkan tak
bisa lagi saya ikuti acara BSS di radio, saya sekaligus menemukan sumber
edukasi lain perihal seksualitas selain acara BSS.
Lebih dari
itu, usia saya yang kian mendekati masa usia dewasa, menjadikan pola berpikir
saya yang kian berubah. Pada akhirnya, pelan-pelan, usia remaja awal kala masih
MTs itu, saya tinggalkan. Untuk kemudian saya jemput usia-usia berikutnya.
Meski begitu,
melalui ini ingin saya sampaikan bahwa saya begitu merindukan Bicara Soal Seks.
Saya begitu rindu akan penjelasan-penjelasan Dokter Hamim dalam acara itu.
Beliaulah guru pertama saya (juga barangkali orang lain), dalam hal pengetahuan
yang berkaitan dengan seks.
Saya begitu
rindu pada "One-Oh-Three Point Eight, BSP Radio".
Oh~~~
Sebelum
wassalam, radio BSP yang saya ceritakan di atas, berada di frekuensi 103.8 FM
di Pekalongan (jangkauan hingga Batang dan Pemalang). Sekarang, sekedar
informasi, frekuensi itu dipakai oleh Radio Bintang Sembilan Pekalongan.
Jika kalian
pikir Bintang Sembilan Pekalongan adalah kepanjangan dari BSP, alias menganggap
BSP hidup lagi, maka anggapan itu salah. Keduanya berbeda meski kabarnya, ada
beberapa kru-nya yang sama. Lain kali, akan saya tulis secara khusus. Liputan
khusus tentang perjalanan radio-radio di Pekalongan.
Sekian dulu,
Paramuda... ^^
Wassalam dan, see~~~
0 Comments