Ada banyak alternatif agar kita memiliki penghasilan dari menulis selain menerbitkan tulisan kita menjadi sebuah buku.
Rumit dan begitu tak berpihaknya pajak kepada penulis, membuat kita harus berpikir ulang sebelum memutuskan untuk menulis buku.
Kita bisa memilih menerbitkan tulisan kita secara berkala melalui media-media online maupun media cetak, lalu kita mendapatkan royalti dari pengiriman tulisan tersebut. Ada banyak media yang mau menerbitkan tulisan kita (dan tentu saja kita dibayar), sejauh tulisan kita lolos kurasi media yang bersangkutan.
![]() |
Writing/salon.com |
Belum lama ini, ramai kabar mengenai tidak berimbangnya pajak bagi
penulis (buku terutama). Hal ini bermula dari status salah seorang
novelis terkenal saat ini, Tere Liye, yang memilih menghentikan
penerbitan buku-bukunya lantaran dalam perhitungannya, pihak pajak
memangkas penghasilannya terlalu tinggi dan bahkan nyaris sulit diterima
akal sehat. Ia melakukan penghentian penerbitan buku-bukunya tersebut
sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pajak royalti penulis.
Banyak
yang mendukung pilihan Tere Liye, dan ada pula beberapa kalangan yang
justru menyayangkannya karena bagaimanapun, banyak buku-buku Tere Liye
yang dianggap berbobot. Lebih dari itu, jika kita jalan-jalan ke toko
buku, kita memang sering mendapati buku-buku Tere Liye berada di deretan
buku-buku berlabel "Best Seller".
Salah satu reaksi
yang paling menjadi sorotan dan sangat memuaskan, datang dari Dee
Lestari, penulis buku Filosofi Kopi, Supernova, Perahu Kertas dan masih
banyak lagi, tersebut membuat tulisan panjang melalui laman akun
facebook pribadinya. Dee menuliskan betapa royalti penulis harus terkena
potongan pajak royalti sebesar 15% dan masih akan terkena pajak lagi
karena dihitung tahunan sebagai penghasilan tahunan.
Dari
kasus ini, kita tentu akan bertanya-tanya, bagaimana semestinya
pemerintah memberikan pengaturan yang tidak terlalu memberatkan para
penulis? Adakah jalan tengah yang bisa dijadikan peraturan dan patokan
paten mengenai hal ini? Bagaimana semestinya pajak mengatur kebijakan
royalti penulis? Dan pertanyaan-pertanyaan lain.
Namun,
yang hendak disampaikan di sini bukanlah perkara-perkara tersebut
karena sejauh ini saya masih belum begitu paham mengenai perpajakan.
Saya pun bukanlah seorang penulis buku layaknya Tere Liye apalagi Dee
Lestari.
Di sini, saya lebih mencoba untuk memberikan
sedikit uneg-uneg terutama bagi kita yang belum terjun secara langsung
ke dunia literasi. Saya mencoba memberikan beberapa informasi mengenai
peluang seorang yang ingin menulis, tapi tidak ditulis menjadi sebuah
buku. Karena pada dasarnya, menulis bisa saja dilakukan tanpa perlu
kemudian memilih untuk menerbitkan tulisannya menjadi sebuah buku.
Akan
tetapi, sebelum melangkah ke wilayah kepenulisan, terlebih dahulu saya
hendak mengajak kepada semuanya untuk mulai mengawali minat untuk
menulis ini dengan cara yang paling dasar; membaca.
Iya,
membaca merupakan suatu modal utama dan yang terpenting jika kita ingin
menghasilkan sebuah tulisan. Mustahil bagi kita dapat menulis jika kita
tergolong sebagai manusia yang tidak pernah atau bahkan jarang membaca.
Dengan membaca, kita jadi mengenal banyak diksi, dengan mengenal banyak
diksi, kita jadi punya ensiklopedi dan perbendaharaan kata yang cukup.
Lalu, pelan-pelan nalar kita akan terbuka jika sudah banyak bacaan yang
kita lahap. Dari terbukanya nalar tersebut, kita tentu akan mulai
memiliki ide-ide dan opini yang ingin kita sampaikan. Jika ide-ide
tentang opini tersebut sudah mulai terkumpul, barulah kita mulai
menginjak dunia kepenulisan.
Nah, sampai di sini, kita
boleh kemudian mulai belajar untuk menulis dan bersiap-siap untuk meniti
cita-cita untuk menjadi seorang penulis profesional.
Agar
artikel ini cukup mudah dicerna, ada baiknya di bawah ini akan saya
sampaikan alternatif menulis selain menerbitkan tulisan menjadi buku.
Kira-kira, apa saja yang bisa kita lakukan dengan tulisan kita agar kita
dapat memiliki penghasilan darinya, tetapi tidak dengan menjualnya
dalam bentuk buku? Berikut setidaknya dua alternatif memonetisasi
tulisan selain ke penerbitan buku yang bisa kita coba.
Pertama, mengirimkan tulisan ke media-media online dan atau cetak.
Jika
kalian gemar menulis cerita, buatlah cerita-cerita pendek (cerpen) lalu
kirimkan ke media online maupun media cetak. Rata-rata, media yang
menerbitkan tulisan kiriman kita, akan membayar (sekali) dengan kisaran
nilai antara Rp 300.000 hingga Rp 1.000.000 tergantung besar kecilnya
pembaca media yang bersangkutan.
Untuk media-media yang
dimaksud, kita bisa mengirimkan karya kita ke Jawa Pos, Republika,
Tempo, Kompas, dan lain-lain. Kita juga bisa mengirimkan artikel berupa
opini dan lain-lain ke media-media tersebut. Atau bisa juga ke Mojok.co,
basabasi.co dan lain-lain.
Kedua, mengunggah tulisan ke blog pribadi.
Semua
tulisan yang berhasil kita selesaikan, bisa juga kita unggah ke blog
pribadi kita. Namun, perlu dipahami terlebih dahulu seluk-beluk mulai
dari cara pembuatan blog itu sendiri, hingga bagaimana memiliki
penghasilan dari sebuah blog.
Untuk urusan monetisasi
blog, kita akan menemukan informasi yang berlimpah di internet. Kita
tinggal mengetikkan kata "Cara menghasilkan uang dari blog" maka kita
akan segera menemukan banyak tips agar kita bisa memonetisasi blog
sehingga blog kita dapat menghasilkan uang. Yang paling digemari banyak
kalangan blogger (pemain/pengelola blog) adalah dengan mendaftarkan diri
(blognya) ke Google Adsense. Dengan mengaitkan blog kita pada Google
Adsense, kita bisa menghasilkan uang karena nantinya blog kita akan
dipasangi iklan oleh pihak Google di mana kemudian dari pemasangan iklan
tersebut, kita dibayar.
Demikian, semoga bermanfaat.
1 Comments
Betul sekali kak. Monetisasi blog menurut saya paling menjanjikan.
ReplyDeleteSalam blogging. Jangan lupa mampir ke diberisehat.blogspot.com