Advertisement

Responsive Advertisement

Mengapa Foto Wisuda Bersama Keluarga Begitu Penting?

Foto Wisuda Bersama Anggota Keluarga

Foto Wisuda

Mengabadikan Momen Wisuda dengan Berfoto Bersama Keluarga

Ada satu masjid di kota Pekalongan yang terletak di pinggir jalan utama penghubung antar-kota. Tepatnya, masjid tersebut berada di sebelah timur taman monumen Pekalongan, Jl. Pemuda No. 52-54

Kalau dari arah barat (Pemalang, Cirebon dst), masjid ini bisa kita lalui beberapa kilometer setelah kita melewati stasiun kota Pekalongan. Di kiri jalan usai tikungan, lokasi masjid persis berada di seberang taman monumen Pekalongan tadi. Bangunan lain di sekitaran masjid ini ada galeri telkomsel, bank jateng, eks mall Sri Ratu, serta pos polisi.

Belum lama ini, saya sempat memasuki masjid ini bersama keluarga istri saya. Kami tiba di masjid ini sesaat seusai salat dhuhur didirikan atau pukul 12 siang lebih beberapa menit. Dalam kondisi ini, masjid tentu saja masih cukup ramai. Kebanyakan karyawan atau pegawai yang mungkin berkantor di sekitar masjid tersebut yang saya jumpai siang itu.

Saya dan anggota keluarga turun. Namun karena hampir dari kita semua memiliki anak kecil, maka kita harus salat secara bergantian. Usai salat, kami sempat beristirahat sejenak di serambi masjid sembari mengawasi anak-anak yang kegirangan berlarian ke sana ke mari di halaman masjid. Anak pertama saya yang berusia setahun setengah dan masih suka banget berlarian, menjadi yang paling girang di antara anak-anak yang lain.

Sebetulnya, kami ke masjid ini sebatas untuk menunggu mertua saya yang tengah mengikuti acara wisuda adik ipar saya. Rencananya, kami sekeluarga akan berfoto di sebuah studio foto yang lumayan terkenal di kota Pekalongan. Dan karena akan berfoto keluarga, maka kami bahkan sudah memakai baju seragam keluarga saat itu, di mana kemudian saya merasa cukup aneh dan malu karena sekeluarga di masjid ini kami memakai baju seragam.

Jam setengah 1 siang, kami mulai meninggalkan masjid karena ibu mertua saya sudah mengabari bahwa mereka akan segera jalan menuju studio foto. Kami pun langsung menuju studio yang dimaksud dan segera melakukan pendaftaran untuk sesi foto keluarga wisudawati.

Hari sedang sangat sangat sangat panas kala itu. Sementara studio foto tersebut tidak memiliki tempat duduk yang nyaman untuk mengantri, terutama bagi orang yang membawa anak kecil. Saya pun mengajak anak pertama saya keluar, dan memilih mencari tempat duduk di tempat yang teduh. Syukurlah anak saya tidak rewel saat itu, ia justru antusias dan memilih sendiri tempat untuk ia berteduh.

Di sini, anak saya yang sedang belajar ngomong ini itu, mulai "mengabsen" nama-nama benda yang ia ketahui. Tentu saja hanya dengan menyebut suku kata terakhir dari nama benda-benda tersebut.

"Yah, cak, yah. Cak." Ini ia katakan saat melihat ada becar jauh di seberang kami berteduh. Saya menoleh ke arah jari telunjuknya dan mengiyakan.

Beberapa detik kemudian, ia mengatakan "Yah, tu apatu. Yah. Apatu.."

Saya yang sempat memerhatikan ponsel, menoleh ke wajah anak saya dan segera mengalihkan pandangan ke arah di mana ia menunjuk dengan jari kecilnya. Rupanya ada toko sepatu yang beberapa produknya nampak dari dinding kaca depan toko tersebut.

"Oh iya, sepatu itu, Mas. Mas Adri juga pakai sepatu tuh," jawab saya sekaligus menunjuk ke arah sepatu yang dipakai anak saya.

Anak saya menoleh ke arah sepatunya dan tersenyum. Lalu ketawa. Saya ikut ketawa.

Tak berselang lama, sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempat saya duduk berteduh. Kedua mertua saya keluar dari dalam mobil tersebut diikuti adik ipar saya. Saya segera meraih tangan anak saya dan menunjukkan kepadanya siapa yang baru turun dari mobil.

Saat anak saya sudah melihat seorang bapak-bapak di sana, ia memanggil "Mbah!" Namun bapak mertua saya tidak mendengar. Saya pun menggendong anak saya mendekat. Barulah bapak mertua saya sadar menantu dan cucunya sudah menunggu di sana.

Anak saya kemudian saya suruh untuk salim pada kedua simbahnya. Saya pun demikian. Kemudian bapak mertua saya beralih menggendong anak saya. Kami berjalan menuju studio foto yang tanpa saya sadari dari tadi, ternyata sudah ada banyak sekali orang-orang seperti kami di sana. Iya, seperti kami, sama-sama akan berfoto dengan keluarganya yang baru saja wisuda. Maka sesaklah tempat tersebut. Untungnya, kami tiba dan mendaftar paling awal sehingga saat kami masuk, nama kami langsung dipanggil untuk segera memasuki ruang pemotretan.

Kami sempat menunggu beberapa menit sebelum akhirnya kami dipersilakan masuk ruang pemotretan. Di sana kami berfoto. Jeprat! Jepret! Jeprat! Jepret! Selesai.

Saat keluar dari ruang pemotretan, saya cukup kaget karena, semakin banyak orang mengantri untuk berfoto. Ada barangkali 5-7 wisudawan/wisudawati saat itu. Semuanya akan berfoto seperti kami, yaitu dengan 6-8 anggota keluarganya masing-masing. Dan iya, ada mungkin 50an orang saat itu tengah kepanasan menunggu giliran keluarga mereka berfoto bersama.

Ah, syukur walhamdulillah, keluarga kami mendapat jatah foto pertama tadi.

Kami kemudian masuk ke mobil dan memulai pesta dan berwisata keluarga. Pertama, kami akan menuju rumah makan. Dan nanti sorenya kami akan menikmati senja di sebuah pantai.

Sepanjang perjalanan menuju dua tempat tersebut, saya memikirkan banyak hal. Namun yang paling mengganggu adalah tentang foto wisuda bersama keluarga seperti tadi. Saya terlalu memikirkannya, sangat. Teramat sangat. Meski saya paham bahwa momen itu memang perlu didokumentasi sebagai media yang akan dikenang. Namun bagi saya prosesnya cukup melelahkan. Apalagi dari obrolan mertua dan adik ipar saya, saya mendengar bahwa sepanjang acara wisuda tadi yang dimulai sejak jam 7 pagi, wali dari wisudawan-wisudawati tidak diberi konsumsi apapun sebelum dan selama acara. Karena konsumsi yang berisi snack ringan adanya di akhir acara yang diambil menggunakan kupon.

Semua itu ada dalam benak saya sepanjang perjalanan. Saat menoleh ke wajah anak saya yang mulai tertidur di pangkuan, saya semakin membayangkan bagaimana kelak wisuda anak saya ini? Untungnya saya segera sadar bahwa hal itu akan terjadi belasan tahun mendatang. Dan, saya mungkin akan lebih banyak mempelajari bagaimana menjalani acara wisuda anak saya kelak setelah mengalami banyak hal di dunia ini. Yang bisa jadi serta saya yakin ada yang lebih ribet dari sekadar menghadiri acara wisuda lengkap dengan antri foto keluarga.

Saya pun mengecup kepala anak saya yang kini sudah terlelap menikmati mimpinya.

Post a Comment

1 Comments