Suatu
malam, aku diajak oleh seorang teman lama (yang sudah cukup lama tak berjumpa)
ke sebuah acara di mana di sana aku duduk bersama sekitar 20an orang lain
mendengar dan menyimak 3-4 orang berbicara mengenai bisnis di depan kami. Ya,
kami sedang di-prospek untuk ikutan bisnis Multilevel Marketing atau lazim
disingkat MLM.
Kalian
yang sudah pernah mengalaminya, pastilah tahu bagaimana orang-orang itu
bekerja. Penuh semangat, kalimatnya terus mengandung unsur motivasi. Sesekali
diselingi guyon yang garing namun cukup lucu, terutama bagi yang belum pernah
mendengarnya. Kalian, pada akhirnya hanya akan menilai bahwa bisnis itu dekat
dengan penipuan dan bualan belaka.
Namun,
aku yang pada hari itu masih sangat awam perihal perkembangan dunia pencarian
uang, singkat cerita, sebulan setengah pasca acara itu, ikut bisnis itu. Join,
istilahnya dulu. Tentu sebulan setengah itu kugunakan untuk mengumpulkan uang
modal. Bodohnya, setelah ikut dengan mengeluarkan modal awal tersebut aku tak
aktif mencari mangsa. Maaf, maksud saya mencari calon downline. Tak perlulah aku menjelaskan apa itu maksud istilah
"downline".
![]() |
source : pixabay.com |
Akhirnya,
setelah setahun dari sejak aku join bisnis itu, aku benar-benar telah
meninggalkannya. Teman-teman baru yang kutemui dari bisnis itu memahami
ketidakaktifanku. Maka mereka menghormati keputusanku ini dengan tidak lagi
mengundangku setiap ada acara. Bahkan, saat bertemu di mana pun, mereka enggan
membicarakan soal bisnis ini. Terlebih, aku juga merasa enggan untuk menanyai
perkembangan mereka. Entahlah.
Aku
bukan tipikal orang yang suka memberi nilai negatif terhadap sesuatu yang belum
benar-benar kuketahui. Lebih-lebih sesuatu tersebut adalah hal baru bagi
hidupku. Yang paling sulit adalah menolak anggapan orang lain tentang sisi
buruk suatu hal. Di sini, biasanya aku mudah ikut menganggap hal yang oleh
orang lain dianggap buruk, kuanggap buruk pula. Biasanya kalau begini, aku suka
akhirnya malu karena telah salah menilai sesuatu jika ternyata hal tadi tidak
seburuk anggapan orang lain.
Barangkali
hal itulah yang menjadikanku cukup berani mengeluarkan uang modal untuk ikut
join bisnis MLM tadi. Aku menganggap bisnis ini tak seburuk anggapan orang
lain. Sayangnya, aku tak mampu menjalankannya dengan serius dan 100% fokus. Ada
banyak alasan tentu saja. Namun, di bisnis ini aku pernah mendengar salah
seorang Leadernya berkata bahwa
mereka tidak suka menerima alasan. Hal ini yang menjadikanku semakin tak mampu
menjalankannya dengan serius dan fokus. Ah, aku terkesan menyalahkan omongan Leader tadi, yah? Iya.
Bagaimana
pun, di dalam bisnis MLM itu aku sempat menemui hal-hal baik, orang-orang yang
sangat baik, dan tentu saja ungkapan-ungkapan mutiara. Salah satu ungkapan yang
menarik bagiku untuk kupelajari adalah bahwa katanya, "Mindset is
Du'a". Atau jika diartikan, cara berpikir kita adalah doa kita. Yaitu
kalau kita memiliki pola pikir yang positif, maka itulah doa kita.
Misalnya,
kita berpikir bahwa setiap orang punya sisi buruk dan baik, dan pola pikir kita
terarah pada lebih memilih melihat sisi baik orang lain, maka hal itu menjadi
doa yang pada akhirnya kita setidaknya memiliki harapan bahwa orang tersebut
akan lebih banyak sisi baiknya ketimbang sisi buruknya. Harapan. Ya, harapan.
Kita memang tak bisa hidup hanya dengan bergantung pada harapan-harapan saja.
Tetapi kita juga tidak bisa hidup tanpa memiliki suatu harapan.
Mindset
is Du'a. Barangkali kita menjadi manusia yang semakin buruk, karena orang-orang
semakin banyak yang memiliki pikiran negatif terhadap diri kita. Atau
jangan-jangan, kita ini yang lebih sering berpikiran negatif mengenai orang
lain, sehingga orang lain tersebut menjadi semakin buruk karena kita telah
berprasangka buruk terhadapnya? Ya, siapa tahu? Kamu tahu?
Allahu
a'lam.
0 Comments